Pages

Wednesday

MISTERI HARI PENDIDIKAN NASIONAL


TULISAN ini adalah catatan saya setelah mendengarkan Talkshow Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (Insists) berjudul “Hari Pendidikan Nasional”. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum, menjadi narasumber ketika itu. Beliau adalah seorang peneliti sejarah dan mahasiswa program Doktor Sejarah Universitas Indonesia (UI).

Bicara hari pendidikan nasional, tak lepas dari sosok Ki Hajar Dewantara. Siapa sebenarnya Ki Hajar Dewantara? Mengapa 2 Mei sebagai tanggal kelahirannya yang dijadikan hari pendidikan nasional? Adakah tokoh pendidikan di Indonesia selainnya?

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat mementingkan peringatan hari-hari bersejarah. Bulan April ada hari Kartini, Mei ada hari kebangkitan nasional, Juni ada hari kelahiran Pancasila, Agustus ada hari kemerdekaan Indonesia dan seterusnya. Termasuk juga hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei.

Hari pendidikan nasional ditetapkan hampir bersamaan waktunya dengan penetapan hari kartini, hari kebangkitan nasional, dan hari-hari yang dianggap sebagai momentum lahirnya bangsa Indonesia. Pada tahun 1954, Muhammad Yamin, menteri pendidkan saat itu mengusulkan kepada presiden Soekarno, tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional

Tiar mengatakan bahwa tanggal 2 Mei dipilih karena Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal tersebut. Selain itu Ki Hajar Dewantara dikenal oleh kalangan aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia sebagai seorang yang ikut andil bersama Soekarno dkk dalam usaha mendirikan negara ini. Pada saat yang sama, Ki Hajar Dewantara juga seorang aktivis pendidikan yang mendirikan sekolah taman siswa.

“Oleh karena itu, ketika pertama kali Soekarno membentuk kabinet, yang diangkat sebagai menteri pendidikan adalah orang yang paling dekat dengannya dan aktif dalam bidang pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara. Dan saat itu juga, Ki Hajar Dewantara hidup sezaman dan dekat dengan Muhammad Yamin sehingga kiprah Ki Hajar Dewantara diketahui oleh M.Yamin. Karena itu, ketika M.Yamin ingin menetapkan hari pendidikan nasional, maka dipilihlah waktu kelahiran Ki Hajar Dewantara.”terangnya.

Selain Ki Hajar Dewantara, Indonesia sebenarnya memiliki tokoh-tokoh pendidikan seperti KH. Hasyim Asy’ari, seorang pemimpin Nahdldatul ‘Ulama yang mengasuh pesantren tebu ireng dan KH. Ahmad Dahlan, seorang pendiri Muhammadiyah.Tapi mengapa bukan tanggal kelahiran diantara mereka yang dipilih sebagai hari pendidikan nasional?

Kedekatan Ki Hajar Dewantara dengan penguasa saat itu yaitu Soekarno dan Muhammad Yamin menjadi faktor kuat terpilihnya hari kelahiran Ki Hajar Dewantara sebagai hari pendidikan nasional. Padahal faktor pengaruh untuk pendidikan Indonesia lebih patut diperhitungkan daripada faktor kedekatan dalam memilih tokoh pendidikan Indonesia sesungguhnya.

Dilihat dari pengaruhnya, tokoh pendidikan yang sebenarnya perlu disebut pertama kali adalah tokoh-tokoh pesantren di Indonesia. Karena sejak 1600an, jauh sebelum ada sekolah taman siswa yang didirikan tahun 1922, lembaga pendidikan di Indonesia yang paling tua dan lama serta ikut mencerdaskan kehidupan bangsa ini untuk menghadapi perubahan adalah pesantren.

Kemudian taman siswa juga sebenarnya adalah sekolah warisan Belanda.Sedangkan pesantren adalah lembaga yang mempertahankan pendidikan asli Indonesia. Oleh karena itu KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh pesantren, sudah sepantasnya lebih diapresiasi.

Begitu pun pengaruh Muhammadiyah yang didirikan oleh KH.Ahmad Dahlan pada tahun 1912. Artinya 10 tahun sebelum taman siswa berdiri, Muhammadiyah sudah ada. KH. Ahmad Dahlan adalah seorang yang memberikan alternatif konsep pendidikan di Indonesia. Walaupun beliau mengambil model pendidikan Belanda seperti taman siswa, tapi tidak serta merta menghilangkan jati diri bangsa Indonesia yang mayoritas warganya muslim.

Dalam buku “Lajur-Lajur Pemikiran Islam” karya Tiar Anwar Bachtiar di hal. 26, disebutkan bahwa Muhammadiyah sejak awal mengadopsi sistem pendidikan Belanda (HIS, MULO, Kweekschool, dsb) yang diberi tambahan pelajaran agama. Dengan demikian, pengaruh KH. Ahmad Dahlan di bidang pendidikan lebih besar dari Ki Hajar Dewantara karena sekolah Muhammadiyah lebih awal ada.

Bahkan sejak dulu, pesantren Nahdlatul ‘Ulama dan sekolah Muhammadiyah lebih banyak dari taman siswa. Artinya KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan jauh lebih dominan pengaruhnya untuk pendidikan Indonesia dibandingkan Ki Hajar Dewantara.
Sejarah Ki Hajar Dewantara mirip dengan sejarah Nurcholis Majid, seorang pendiri paramadina. Jumlah paramadina tidak banyak di Indonesia. Karena didirikan oleh seorang yang dekat dengan penguasa dan tenar oleh media, sehingga paramadina terkenal di Indonesia. Begitu pun dengan sekolah taman siswa yang jumlahnya tidak banyak, tapi terkenal karena didirikan oleh Ki Hajar Dewantara yang dekat dengan penguasa dan cukup dikenal publik.

Sangat disayangkan saat itu, kelompok nasionalis yang tergabung dalam PNI (Partai Nasional Indonesia) mengambil jarak yang serius dengan kelompok Islam. Hal ini karena kelompok Islam menerima Islam sebagai dasar negara Indonesia, sedangkan kelompok nasionalis menolaknya. Soekarno dan anggota kelompok nasionalis yang menguasai pemerintahan saat itu sedang tidak senang dengan kelompok Islam. Kemudian, Soekarno dan Muhammad Yamin tidak serius melihat pesantren dan sekolah Islam sebagai pendidikan yang mencerdakan kehidupan bangsa. Terlebih pesantren yang menjaga bangsa ini tetap terdidik, memiliki literasi dan peradaban yang tinggi.

Soekarno malah memandang pesantren sebagai kaum sarungan yang terbelakang. Karena itu, jika Soekarno mengangkat tokoh pesantren, tidak memberikan kesan bahwa Indonesia punya pendidikan yang maju. Akhirnya, sangat dimengerti mengapa Soekarno tidak memilih tokoh Islam seperti KH. Hasyim Asy’ari atau KH.Ahmad Dahlan sebagai tokoh pendidikan Indonesia sesungguhnya. Sejarah hari pendidikan nasional ditulis dengan tinta kekuasaan yang buram, bukan dengan fakta sejarah yang terang

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan